Viral di media sosial, keluhan seorang ibu asal Kabupaten Bekasi menghebohkan warganet. Ia mengungkapkan mahalnya biaya study tour putranya ke Bali yang mencapai Rp6 juta saat bertemu langsung dengan politisi senior, Dedi Mulyadi, di Cibitung pada Kamis, 24 April 2025. Respons cepat pun datang dari Dedi Mulyadi yang berjanji akan meminta Dinas Pendidikan Jawa Barat untuk turun tangan mengusut peristiwa tersebut.
Sementara itu, pihak SMK Karya Pembaharuan membantah bahwa kegiatan tersebut merupakan study tour, melainkan acara perpisahan yang telah disepakati bersama orang tua siswa sejak awal. Namun, seiring viralnya keluhan ini di media sosial, acara tersebut kini dibatalkan setelah mendapat perhatian luas dari Dinas Pendidikan serta Gubernur Jawa Barat.
Kronologi Kejadian
Dalam video yang beredar di berbagai platform media sosial, sang ibu menceritakan bahwa dirinya keberatan dengan biaya acara yang mencapai Rp6 juta per siswa. Menurutnya, angka tersebut sangat memberatkan, apalagi bagi keluarga yang kondisi ekonominya menengah ke bawah.
Pertemuan itu terjadi secara spontan saat Dedi Mulyadi menggelar kegiatan reses di Cibitung. Mendengar keluhan tersebut, Dedi langsung menanggapinya serius dan berjanji untuk menyampaikan masalah ini kepada pihak berwenang, dalam hal ini Dinas Pendidikan Jawa Barat.
“Ini harus ditertibkan. Jangan sampai kegiatan sekolah menjadi ajang membebani orang tua,” ujar Dedi dalam kesempatan itu, yang kemudian dikutip oleh banyak media nasional.
Penjelasan dari SMK Karya Pembaharuan
Menurut pernyataan resmi sekolah, biaya tersebut mencakup akomodasi, transportasi, makan, tiket wisata, dan dokumentasi selama kegiatan di Bali. Mereka juga menyebut bahwa tidak ada unsur pemaksaan terhadap siswa untuk ikut acara ini.
Namun, akibat polemik yang semakin meluas, pihak sekolah memutuskan membatalkan acara tersebut demi menjaga kondusifitas dan menghindari kesalahpahaman lebih lanjut.
Reaksi Dinas Pendidikan dan Gubernur Jawa Barat
Dinas Pendidikan Jawa Barat cepat merespons dengan menurunkan tim investigasi ke sekolah terkait. Mereka ingin memastikan apakah ada pelanggaran prosedur dalam pelaksanaan kegiatan tersebut.
Tak hanya itu, Gubernur Jawa Barat juga turut menyoroti kejadian ini. Dalam pernyataan resminya, Gubernur meminta seluruh sekolah di Jawa Barat untuk lebih berhati-hati dalam merancang kegiatan di luar akademik. Ia menekankan pentingnya kegiatan yang edukatif, terjangkau, dan tidak memberatkan orang tua.
“Setiap kegiatan harus memprioritaskan kebermanfaatan bagi siswa, bukan membebani,” tegas Gubernur.
Fenomena Biaya Study Tour yang Kian Membengkak
Kejadian ini membuka kembali diskusi publik tentang fenomena mahalnya biaya study tour atau acara perpisahan di berbagai sekolah. Tidak sedikit orang tua yang merasa keberatan, apalagi saat biaya tersebut mencapai jutaan rupiah.
Banyak yang mempertanyakan apakah kegiatan tersebut benar-benar esensial untuk pengembangan siswa, atau sekadar formalitas tanpa dampak nyata terhadap pendidikan mereka.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bahkan pernah mengeluarkan imbauan bahwa kegiatan seperti study tour sebaiknya dilaksanakan di lokasi-lokasi yang lebih terjangkau dan relevan dengan pendidikan.
Harapan ke Depan
Kasus viral ini diharapkan menjadi momentum untuk membenahi regulasi terkait kegiatan non-akademik di sekolah, terutama yang menyangkut biaya yang harus ditanggung orang tua.
Dedi Mulyadi sendiri menyatakan akan terus mengawal kasus ini hingga ada aturan yang lebih jelas dari Dinas Pendidikan, agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
Beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dalam pengaturan kegiatan sekolah, antara lain:
- Wajib menyertakan persetujuan tertulis orang tua.
- Memberikan opsi kegiatan alternatif bagi siswa yang tidak mampu.
- Melibatkan komite sekolah secara transparan dalam perencanaan.
- Menyusun rincian biaya secara terbuka dan masuk akal.
Kisah seorang ibu di Bekasi yang viral di media sosial karena mengeluhkan biaya study tour Rp6 juta menjadi pengingat pentingnya pengawasan terhadap kegiatan sekolah. Terlebih, ketika hal itu berpotensi membebani finansial keluarga siswa.
Apresiasi layak diberikan kepada Dedi Mulyadi yang bergerak cepat menanggapi keluhan masyarakat, serta kepada Dinas Pendidikan dan Gubernur Jawa Barat yang langsung mengambil langkah konkret.
Kejadian ini semoga menjadi pintu masuk untuk perbaikan sistem pendidikan yang lebih adil, inklusif, dan berfokus pada kebutuhan utama peserta didik.
Tag :